banner

Cerpen Islami Jilid 7: Harapan dari Detik Terakhir

Cerpen Islami Jilid 7: Harapan dari Detik Terakhir

Kreasi Lirik - Irfan adalah seorang pemuda yang hidup dalam kemiskinan dan kesulitan. Ia bekerja sebagai tukang ojek online untuk menghidupi ibunya yang sakit-sakitan dan adiknya yang masih sekolah. Suatu hari, ia mendapat kabar bahwa ibunya harus menjalani operasi jantung yang membutuhkan biaya besar.

Irfan pun berusaha mencari pinjaman dari berbagai tempat, namun tidak ada yang mau membantunya. Ia merasa putus asa dan hampir menyerah. Namun, ia masih memiliki percaya akan sebuah harapan yang mungkin saja datang dari detik terakhir.

Irfan menatap layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Ia baru saja menerima pesan dari dokter yang merawat ibunya di rumah sakit. Pesan itu berisi kabar buruk yang membuat hatinya hancur.“Maaf Pak Irfan, kondisi ibu Anda semakin memburuk. Ibu harus segera menjalani operasi jantung atau risiko kematian sangat tinggi. Operasi ini membutuhkan biaya sekitar 50 juta rupiah. Mohon segera mengurus administrasinya.”Irfan merasa seperti tersambar petir. Ia tidak tahu harus bagaimana. 

Ia sudah bekerja keras sebagai tukang ojek online selama beberapa tahun, namun penghasilannya tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk biaya operasi sebesar itu. Ia juga tidak punya tabungan atau aset apa pun yang bisa dijual. Ia sudah mencoba mencari pinjaman dari teman-temannya, tetangganya, bahkan rentenir. Namun, semua pintu tertutup bagi Irfan. Tidak ada yang mau membantunya. Mereka menganggap Irfan sebagai orang yang tidak bisa dipercaya atau tidak mampu membayar hutangnya.

Irfan merasa sendirian dan tak berdaya. Ia tidak tega melihat ibunya menderita dan menunggu ajalnya. Ibu adalah orang yang paling ia sayangi di dunia ini. Ibu adalah orang yang selalu memberinya semangat dan doa untuk terus bertahan hidup. Ibu adalah orang yang rela berkorban apa saja demi Irfan dan adiknya. Irfan menangis di pinggir jalan sambil memeluk ponselnya erat-erat. Ia berdoa kepada Allah agar diberi jalan keluar dari masalah ini. 

Irfan merasa tidak punya pilihan lain selain menjual salah satu ginjalnya. Ia pernah mendengar ada orang yang bersedia membayar mahal untuk mendapatkan organ tubuh dari orang sehat. Ia mencari informasi di internet dan menemukan sebuah situs yang menawarkan jasa perantara antara penjual dan pembeli ginjal. Ia mengisi formulir online dan mengunggah foto dirinya. Tak lama kemudian, ia mendapat balasan dari situs itu.

Mereka mengatakan ada seorang pria kaya yang membutuhkan ginjal segera dan bersedia membayar 1,5 Miliar rupiah. Irfan setuju dengan tawaran itu, meskipun ia tahu risikonya sangat besar. Ia berpikir, mungkin ini adalah cara Allah untuk membantunya. 

Ia berharap dengan uang itu, ia bisa membayar biaya operasi ibunya dan menyisihkan sedikit untuk keperluan adiknya dan selebihnya untuk modalnya membuka usaha. Ia tidak peduli dengan nasibnya sendiri. Yang penting, ia bisa menyelamatkan ibu dan adiknya, meskipun sebenarnya ia tahu konsekuensi yang akan dia hadapi dengan keputusan ini.

Irfan berangkat ke Jakarta dengan menumpang bus malam. Ia tidak memberitahu ibu dan adiknya tentang rencananya menjual ginjalnya. Ia hanya bilang ia akan mencari uang di ibu kota dan berjanji akan segera kembali. Ia juga tidak memberitahu teman-temannya atau siapa pun. Ia takut mereka akan menghalangi niatnya. Ia hanya percaya pada situs yang menawarkan jasa perantara itu. Mereka mengirimkan tiket bus dan alamat hotel tempat ia akan bertemu dengan pihak pembeli ginjal.

Setelah tiba di Jakarta, Irfan naik taksi menuju hotel yang ditunjukkan oleh situs itu. Ia membawa tas kecil berisi pakaian ganti dan dokumen-dokumen penting seperti KTP, KK, dan surat keterangan sehat dari puskesmas. Ia merasa deg-degan dan takut, tapi ia berusaha menenangkan diri. Ia mengingat wajah ibu dan adiknya yang tersenyum bahagia. Ia mengingat janjinya untuk menyelamatkan ibu dari maut.

Di hotel, Irfan disambut oleh seorang pria berjas hitam yang mengaku sebagai perwakilan dari situs perantara. Pria itu membawa Irfan ke sebuah ruangan di lantai atas hotel. Di sana, Irfan bertemu dengan seorang pria tua berambut putih yang duduk di kursi roda. Pria tua itu adalah pembeli ginjal Irfan. Pria tua itu tersenyum ramah dan menyapa Irfan dengan sopan.

"Selamat datang, Pak Irfan. Saya sangat berterima kasih atas kesediaan Anda untuk membantu saya. Saya sudah lama menderita gagal ginjal dan membutuhkan transplantasi secepatnya. Saya sudah mencari donor ginjal di mana-mana, tapi tidak ada yang cocok dengan saya. Sampai saya menemukan situs ini dan melihat profil Anda. Saya senang sekali ketika tes darah menunjukkan bahwa kita kompatibel."

Irfan hanya mengangguk-angguk tanpa banyak bicara. Ia merasa kasihan melihat pria tua itu yang tampak lemah dan sakit-sakitan. Tapi ia juga merasa bingung dan curiga. Mengapa pria tua itu mau membayar mahal untuk ginjalnya? Apakah ia orang kaya yang dermawan? Atau ada sesuatu yang disembunyikan?

Pria berjas hitam kemudian memberikan sebuah amplop cokelat kepada Irfan. Di dalamnya terdapat uang tunai sebesar 75 juta rupiah sebagai uang muka.

"Ini adalah uang muka dari yang total uang yang kami janjikan kepada Anda, Pak Irfan. Silakan hitung sendiri jika Anda mau. Kami tidak akan menipu Anda."

Irfan menerima amplop itu dengan gemetar. Ia tidak percaya bahwa ia sudah memegang uang sebanyak itu. Uang yang bisa mengubah hidupnya dan keluarganya.

"Tapi, bagaimana proses operasinya?" tanya Irfan ragu-ragu.

"Jangan khawatir, Pak Irfan. Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya. Kami akan membawa Anda ke sebuah rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan kami. Di sana, Anda akan diperiksa oleh dokter profesional dan dilakukan operasi transplantasi ginjal dengan standar medis yang tinggi. Kami akan menjamin keselamatan dan kesehatan Anda."

"Berapa lama saya harus tinggal di rumah sakit?"

"Tergantung kondisi Anda, Pak Irfan. Biasanya sekitar satu minggu hingga dua minggu."

"Dan setelah itu?"

"Anda bisa pulang ke kampung halaman Anda dengan tenang, Pak Irfan. Kami akan memberikan obat-obatan dan vitamin yang Anda butuhkan

Irfan dibawa ke rumah sakit swasta yang terletak di pinggiran kota. Di sana, ia disambut oleh seorang dokter muda yang mengenakan jas putih. Dokter itu memperkenalkan diri sebagai Dr. Rama, ahli bedah yang akan melakukan operasi transplantasi ginjal. Dokter itu menjelaskan prosedur operasi dan risiko yang mungkin terjadi. Ia juga meminta persetujuan tertulis dari Irfan untuk operasi itu.

Irfan menandatangani surat persetujuan itu tanpa membacanya dengan teliti. Ia hanya ingin segera menyelesaikan urusannya dan pulang ke kampung halaman. Ia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia hanya berharap operasi itu berhasil dan ia bisa memberikan uang itu kepada ibunya.

Operasi itu berlangsung selama tiga jam. Irfan dibius total dan tidak sadar apa-apa. Ketika ia bangun, ia merasa sakit di bagian perutnya. Ia melihat ada bekas jahitan di sana. Ia juga melihat selang infus yang menancap di lengannya.

Di samping tempat tidurnya, ada pria berjas hitam yang mengawasinya. Pria itu tersenyum dan mengucapkan selamat.

"Selamat, Pak Irfan. Operasi Anda berhasil. Anda sudah menyelamatkan nyawa seorang pria tua yang sangat membutuhkan ginjal Anda."

Irfan mencoba tersenyum, tapi ia merasa lemas dan pusing.

"Terima kasih, Pak. Saya senang bisa membantu."

"Kami juga berterima kasih kepada Anda, Pak Irfan. Anda adalah orang yang sangat baik dan berani."

Pria berjas hitam itu kemudian memberikan sebuah amplop cokelat lagi kepada Irfan.

"Ini adalah kekurangan dari uang yang kami janjikan diawal perjanjian, dan anggap saja uang yang kami berikan diawal itu adalah bonus atas keberhasilan dalam operasi transplantasi ini. Ini sebagai tanda penghargaan atas kebaikan Anda."

Irfan membuka amplop itu dan terkejut melihat isinya. Di dalamnya terdapat uang tunai sebesar 1,5 miliar rupiah.

"Kenapa ini?" tanya Irfan bingung.

"Ini adalah uang untuk biaya operasi dan perawatan Anda di rumah sakit ini, Pak Irfan. Kami sudah mengurus semuanya untuk Anda."

"Tapi, saya tidak minta ini."

"Kami tahu, Pak Irfan. Tapi kami merasa berhutang budi kepada Anda. Kami ingin Anda pulih dengan cepat dan bisa kembali ke keluarga Anda."

Irfan tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menatap amplop itu dengan mata berkaca-kaca.

"Terima kasih," bisiknya lirih.

"Sama-sama, Pak Irfan. Semoga Allah memberkati Anda."

Pria berjas hitam itu kemudian meninggalkan ruangan itu dengan tenang.

Irfan menaruh amplop itu di bawah bantalnya. Ia merasa lega dan bahagia. Ia sudah mendapatkan uang sebanyak itu, melebihi biaya operasi ibunya. Ia berencana untuk segera mengirimkan uang itu ke ibunya melalui transfer bank.

Ia mengambil ponselnya dan menyalakannya. Ia ingin mengabari ibu dan adiknya bahwa ia baik-baik saja dan akan segera pulang.

Tapi, sebelum ia bisa melakukan apa-apa, ia mendapat sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenalnya.

Pesan itu berisi sebuah foto yang membuat bulu kuduknya merinding.

Foto itu menunjukkan wajah ibunya yang pucat dan lemas di atas tempat tidur rumah sakit. Di sampingnya ada adiknya yang menangis tersedu-sedu.

Di bawah foto itu ada sebuah kalimat yang membuat hatinya hancur.

"Ibu sudah meninggal."

Irfan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia merasa seperti mimpi buruk yang tidak berujung. Ia segera menelpon nomor yang mengirim pesan itu. Tapi, tidak ada yang menjawab. Ia mencoba menelpon ibunya dan adiknya. Tapi, sama saja. Ia merasa panik dan bingung.

Ia ingin segera pergi ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Tapi, ia tidak bisa bergerak. Ia masih terikat dengan selang infus dan alat monitor di tubuhnya. Ia memanggil perawat atau dokter yang ada di dekatnya. Tapi, tidak ada yang datang.

Ia merasa sendirian dan tak berdaya. Ia menangis di atas tempat tidurnya sambil memeluk ponselnya erat-erat. Ia berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan dan kesabaran.

Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada ibu dan adiknya. Ia tidak tahu siapa yang mengirim pesan itu dan apa maksudnya.

Baca Juga | Cerpen Islami Jilid 8 : Ikhlas di Tengah Cobaan


Ia hanya tahu bahwa ia sudah kehilangan segalanya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url