Cerpen Romantis Jilid 3 : Cinta yang Tidak Pernah Padam
Bercengkrama di Indahnya Taman Kota
Di dalam taman yang indah, Vera dan Imran duduk berdua di bawah pohon rindang. Cahaya hangat matahari senja menyinari sekitar mereka, menciptakan suasana yang romantis.
Vera: Kak, aku merasa begitu bahagia saat ini. Kita berdua di sini, berbagi momen indah ini.
Imran: (tersenyum) Aku juga merasakan kebahagiaan yang sama, Vera. Tidak ada tempat lain yang aku inginkan selain bersamamu.
Vera menatap Imran dengan penuh cinta, sementara angin sepoi-sepoi berbisik lembut di telinga mereka. Di tengah taman yang ramai, mereka merasa seperti pasangan yang satu-satunya di dunia. Kebersamaan mereka dipenuhi dengan tawa dan canda, membuat waktu terasa berhenti sejenak.
Imran: Aku tidak peduli dengan latar belakangku yang sederhana. Yang penting, cintaku padamu tidak akan pernah berubah.
Vera: (menyentuh pipi Imran) kamu adalah segalanya bagiku. Kita bisa melewati segala rintangan bersama-sama, bukan?
Imran: (menganggukkan kepala) Ya, Vera. Bersama-sama, tidak ada yang tidak mungkin bagi kita. Kita akan membuktikan bahwa cinta sejati dapat mengatasi segalanya.
Mereka saling memandang, membiarkan kehangatan cinta mereka menyelimuti mereka. Di antara daun-daun pohon yang jatuh, janji mereka untuk saling mendukung dan memperjuangkan cinta itu semakin kokoh. Dalam kerinduan dan kebersamaan itu, mereka menghadapi masa depan dengan penuh harapan, tidak peduli apa pun yang mungkin terjadi.
Dialog Antara Vera dan Ayahnya
Di rumahnya yang mewah, Vera dan Pak Zakir, ayahnya duduk bersama di ruang tengah. Suasana terasa lebih santai dibandingkan sebelumnya.
Vera: (tersenyum) Ayah, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu.
Pak Zakir: (senyum ramah) Tentu, apa itu, Nak?
Vera: (bersemangat) Aku ingin berbicara tentang hubunganku dengan Imran.
Pak Zakir: (berusaha tetap tenang) Ya, kita belum membahasnya dengan serius. Jadi, apa yang ingin kamu katakan?
Vera: Ayah, aku sangat mencintai Imran. Dia orang yang baik, perhatian, dan selalu ada untukku. Aku ingin kita bisa menerima hubungan kami.
Pak Zakir: (tersenyum pahit) Vera, cintaku padamu membuatku hanya ingin yang terbaik bagimu. Apa kamu yakin hubungan ini serius?
Vera: (mengangguk mantap) Ya, Ayah. Aku serius dengan Imran. Kami memiliki rencana masa depan bersama dan saling mendukung.
Pak Zakir: (mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya dan tetap tenang) Vera, anakku. Aku senang mendengarnya. Tapi, ada satu hal yang ingin kusampaikan. Apakah kamu benar-benar siap untuk menghadapi semua tantangan dan perjuangan yang akan kalian hadapi sebagai pasangan?
Vera: (mengernyitkan dahi) Apa maksudmu, Ayah?
Pak Zakir: (menjelaskan dengan bijak) Ketika kamu menjalin hubungan serius, ada banyak hal yang harus kamu pikirkan. Karier, keuangan, dan tantangan yang mungkin muncul di masa depan. Aku ingin kamu yakin bahwa telah siap menghadapinya.
Vera: (mengambil napas dalam-dalam) Ayah, aku memahami apa yang kamu maksudkan. Aku tahu tidak akan mudah, tapi aku percaya bahwa bersama Imran, kita dapat mengatasi semua itu.
Pak Zakir: (tersenyum lembut dan hanya mengangguk terpaksa karena didalam hatinya ia ingin putrinya meninggalkan pemuda itu).
Tawaran Antara Uang dan Kekasih
Pak Zakir merencanakan tipu muslihat untuk memisahkan Vera dan Imran. Dia memanfaatkan situasi di mana Imran membutuhkan uang untuk operasi ibunya. Pak Zakir mengundang imran untuk datang menemuinya dan berusaha merayunya dengan tawaran uang agar meninggalkan putrinya.
Pak Zakir: (menghampiri Imran yang sedang duduk di teras rumah) Imran, aku ingin bicara sebentar denganmu?
Imran: Tentu, Pak. Ada apa?
Pak Zakir: Aku mendengar tentang situasi ibumu yang membutuhkan biaya untuk operasi. Itu pasti membebani pikiranmu.
Imran: (tertunduk) Ya, benar, Pak. Biaya operasi yang sangat besar, dan aku tidak tahu harus bagaimana.
Pak Zakir: (berpura-pura berpikir) Aku memahami kondisimu. Kamu pasti ingin membantu ibumu, bukan?
Imran: (memandang Pak Zakir dengan harap) Ya, sungguh. Aku ingin melakukan segalanya untuk menyelamatkan ibuku.
Pak Zakir: Baiklah, Imran. Aku punya tawaran yang bagus untukmu. Aku bersedia memberikan uang yang kamu butuhkan untuk operasi ibumu, tetapi dengan satu syarat.
Imran: (terkejut) Syarat apa, Pak?
Pak Zakir: Aku ingin kamu meninggalkan Vera. Aku tidak percaya hubunganmu dengan putriku ini. Kamu hanya seorang pengantar susu, sedangkan Vera adalah anakku yang berpendidikan tinggi. Aku tidak ingin dia terus terlibat dengan pria seperti kamu.
Imran: (terguncang) Tapi Pak, cinta kami...
Pak Zakir: (mengangkat telapak tangan mengisyaratkan imran untuk diam) Jangan bicara tentang cinta. Uang ini akan membantu ibumu. Pikirkanlah dengan baik.
Imran: (Keraguan berkecamuk dalam hati) Apa yang harus aku lakukan? Aku mencintai Vera, tapi Ibuku juga membutuhkan bantuan ini. Apakah aku harus mengorbankan cintaku?
Pak Zakir: (memperhatikan kebingungan Imran) Aku memberimu waktu untuk berpikir. Jika kamu setuju dengan tawaranku, uang itu akan menjadi milikmu.
Imran: (tersenyum pahit) Terima kasih, Pak. Aku akan memikirkannya.
Imran meninggalkan rumah Vera dengan kebingungan dan beban pikiran yang besar. Dia tahu bahwa pilihan ini tidak akan mudah baginya. Bagaimanapun, cinta yang tulus yang dia miliki untuk Vera tidak bisa diabaikan begitu saja. Dia perlu waktu untuk mempertimbangkan semua konsekuensi yang mungkin terjadi.
Vera Termakan Hasutan
Pak Zakir membuat drama di hadapan Vera. Dia menghasut Vera dengan cerita bohong bahwa Imran rela menggadaikan cinta mereka demi uang. Vera terpengaruh oleh kata-kata ayahnya dan merasa terluka.
Vera: (menangis) Apa yang Ayah katakan? Apakah Imran benar-benar mencintaku?
Pak Zakir: Dengar! Ia hanya peduli pada uangmu, Vera. Kamu seharusnya mempercayai ayahmu.
Pak Zakir mencoba meyakinkan Vera bahwa Imran tidak sebaik yang ia pikirkan. Vera yang sedih dan bingung terus mempertanyakan cinta Imran padanya. Dia merasa tidak dapat mempercayai siapa pun untuk saat ini, ia benar-benar bingung.
Vera: (sambil terisak) Apakah yakin ini semua benar? Aku tak bisa mempercayai siapa pun sekarang, Aku bingung.
Pak Zakir: Putriku, ayah hanya ingin melindungimu. Ayah tidak ingin kamu terluka oleh pria seperti Imran. coba kamu baca surat pernyataan ini dan kamu akan percaya dengan apa yang ayahmu katakan.
Vera merasa terombang-ambing antara kepercayaan pada ayahnya dan cintanya pada Imran. Ia membaca selembar surat itu dan hatinya tersentak dan sesak sesaat setelah melihat isi surat itu. Ternyata itu adalah surat pernyataan dari imran yang menyatakan kesediaannya meninggalkan Vera dengan imbalan sejumlah uang.
Kemarahan Vera
Waktunya tiba ketika Imran datang untuk mengambil uang yang dijanjikan oleh Pak Zakir. Namun, ternyata Vera yang lebih dulu keluar menemuinya. Dengan hati yang panas, Vera melihat Imran dengan tatapan penuh kekecewaan dan marah. Dia merasa terluka oleh tindakan Imran yang menerima uang dari ayahnya.
Vera: (marah sambil melempar segepok uang kewajah kekasihnya itu) Ambillah uang ini! ini kan yang kamu mau dan incar selama ini?! Aku tidak ingin melihatmu lagi!
Imran hanya terdiam, Ia mengerti bahwa kata-katanya tidak akan mampu meredakan kemarahan Vera. Dia memahami bahwa Vera membutuhkan waktu untuk meluapkan semua perasaannya.
Vera: (terus meluapkan kemarahannya) Apa yang kamu pikirkan? Kamu rela mengambil uang ini? Bagaimana dengan cinta kita? Apa itu hanya omong kosong belaka?
Imran tetap diam, dan menunduk sambil memunguti uang yang terhambur dilantai.
Vera: (semakin emosi) Aku pikir kamu berbeda! Aku pikir kamu akan berjuang untuk cinta kita. Ternyata, kamu hanya seorang pengantar susu yang murahan. pungut uang itu dan pergi dari sini!
Imran: (tetap diam dan merasakan luka yang dalam tapi tak bisa berkata apa-apa)
Setelah meluapkan semua kemarahannya, Vera berbalik dan pergi masuk kedalam rumah, meninggalkan Imran dengan hati yang hancur. Imran mengerti bahwa Vera membutuhkan waktu untuk menyusun pikirannya. Dia merasa terluka, tetapi ia rela berkorban demi ibunya meskipun harus mengorbankan cintanya.
Ibu... tidak, Ibu... Ibu....
Imran pergi dari rumah Vera dengan wajah yang tertunduk. Dia segera menuju rumah sakit, membawa uang untuk operasi ibunya yang sedang tergeletak di kasur yang lusuh.
Imran: (berlari) Ibu, aku datang!
Setelah menyelesaikan semua administrasi dengan pihak rumah sakit, Imran kembali ke ruang ICU. Namun, dia dicegat oleh seorang kerabat dekat mereka yang memberitahu bahwa nyawa ibunya tidak tertolong.
Kerabat yang sejak awal menemani menunggui ibunya itu berkata lirih: Imran, Kamu harus sabar kawan, Ibumu telah pergi, ia telah tenang di alam sana.
Imran: (merasa hancur dan air mata tak tertahan) Ibu... tidak... ibu.... ibu.....
Sesuatu Hal Besar Terjadi
Bertahun-tahun berlalu dan luka dihati yang pernah dirasakan oleh Imran perlahan sembuh. Meskipun hidupnya telah berubah, kenangan tentang Vera masih tetap menghantui pikirannya. Namun, ia tidak pernah menyangka bahwa takdir akan membawa mereka berdua kembali bersama dalam situasi yang tidak terduga.
Suatu hari, kabar menyedihkan sampai kepadanya. Vera mengalami kecelakaan serius bersama ayahnya. Imran sangat terpukul mendengarnya. Tanpa ragu, dia segera memutuskan untuk mendatangi rumah sakit tempat Vera dirawat.
Imran tiba di rumah sakit dengan hati yang berdebar-debar. Ia berjalan menuju ruang ICU di mana Vera dirawat. Di sana, ia bertemu dengan kerabat dekat Vera yang memberitahunya tentang keadaannya. Ayah Vera telah meninggal dunia, sementara Ia masih terbaring.
Kerabat: Imran, kami tidak tahu apakah Vera akan bangun lagi. Selain itu, dokter mengatakan bahwa ada kerusakan di kedua matanya karena pecahan kaca dan dia membutuhkan transplantasi mata agar bisa melihat kembali.
Imran: Oh Tuhan, Vera... Aku harus melakukan sesuatu (gumamnya dalam hati).
Imran merasa bertanggung jawab dan tak bisa mengabaikan nasib Vera. Meskipun hatinya masih terluka oleh perlakuan gadis itu di masa lalu, cintanya yang tak pernah padam mendorongnya untuk bertindak. Setelah berkonsultasi dengan dokter dan menjalani serangkaian tes, Imran dinyatakan sebagai pendonor yang cocok untuk Vera.
Proses Operasi Berhasil
Proses operasi transplantasi mata berjalan dengan sukses. Imran, dengan tulus, memberikan sepasang matanya kepada Vera dan mengharapkan bahwa pengorbanannya tersebut akan membawa cahaya baru dalam kehidupan Vera.
Setelah operasi, Vera perlahan-lahan pulih dan penglihatannya kembali. Meskipun ia tidak mengetahui siapa yang telah mendonorkan mata untuknya, ia merasakan adanya perubahan besar dalam hidupnya. Penglihatannya yang kembali memperkenalkannya pada dunia yang berbeda.
Sementara itu, Imran, yang memilih untuk merahasiakan identitasnya sebagai pendonor, melanjutkan hidupnya sebagai Pelukis dengan karya seni yang dipuji dan kesuksesan yang tak terbantahkan. Ia terus melukis dengan penuh dedikasi, terinspirasi oleh cinta yang pernah ia miliki untuk Vera. Bakat luar biasa yang ia dapatkan dari kecil.
Dipameran itu...
Beberapa tahun kemudian, di sebuah pameran lukisan yang terkenal, Vera yang telah menjadi seorang jurnalis meliput kegiatan tersebut. Ia tertarik pada sebuah lukisan abstrak yang dirasa tidak asing olehnya. Vera ingin mengetahui lebih banyak tentang pemilik lukisan tersebut dan ingin mewawancarainya.
Vera: (menghampiri asisten Imran dan ia kaget ternyata orang itu ia kenal) Anton? Kamu lagi ngapain disini?
Anton: Vera! Kamu di sini? aku bekerja disini sebagai salahsatu panitia event ini.
Vera: Aku tertarik kepada lukisan ini. bisakah kamu mengatakan siapa pemiliknya? dan alangkah senangnya jika bisa mewawancarainya.
Anton: Tentu, aku akan memberitahumu. Tapi, Vera, sebelumnya ada sesuatu yang harus kukatakan padamu.
Vera: Apa itu, Anton?
Anton: Sebenarnya, Vera, ada hal yang perlu kamu ketahui tentang lukisan ini. Dan aku tahu bahwa ini akan sangat mengguncangmu. Aku sudah tertekan bertahun-tahun menahan rahasia ini dan kebetulan takdir mempertemukan kita disini. Aku harus memberitahumu satu rahasia.
Vera: (penasaran) Rahasia?, tolong katakan padaku apa yang terjadi!
Anton: (menghela nafas) Vera, pemilik lukisan ini sebenarnya adalah orang yang kamu kenal dan ia adalah Imran, mantan pacarmu dulu. Ia adalah pelukis buta yang tadi kamu dengar dari opening event pameran ini. Dan kamu berhak tahu, bahwa dialah orang yang telah mendonorkan mata untukmu.
Vera: (terkejut) Apa? Imran... dia... dia benar-benar melakukan itu untukku?
Anton: Ya, Vera. Imran telah melakukan pengorbanan besar untukmu. Dia rela kehilangan penglihatannya demi memberikanmu kesempatan melihat dunia lagi.
Vera: (tersentak dan terisak. dadanya terasa sesak) Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku begitu bodoh telah menyakitinya dan meragukannya di masa lalu.
Anton: Vera, aku tahu hatimu sedang dalam keadaan kacau. Tapi, aku juga tahu bahwa Imran masih mencintaimu. Mungkin ini adalah kesempatan kalian untuk menyatukan hati yang sempat terpisah. Aku merasa bersalah jika harus terus menyimpan rahasia ini.
Vera: Terima kasih, Anton. Aku harus berbicara dengan Imran. Dimana dia? Aku ingin ia memberikanku kesempatan kedua untuk cinta kami.
Anton: (Ia menjadwalkan pertemuan antara Vera dan Imran diruangan kerjanya dengan dalih wawancara agar Imran tidak curiga)
Pertemuan itu
Wawancara berlangsung di ruang pribadi Imran. Imran mengundang tamunya untuk duduk. Ia tidak menyadari bahwa tamunya adalah Vera. Suasana menjadi hening, lalu tiba-tiba Vera tersedu-sedu dan menangis di hadapan Imran.
Imran: (terkejut) Nona, ada apa? Mengapa tiba-tiba menangis?
Vera: (tetap menangis) Kenapa, Kak? Mengapa kamu melakukan semua ini untukku?
Imran: Nona, maaf, apa maksud Anda?
Vera: Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Kenapa? Kenapa kamu begitu jahat sekali?
Imran: (terdiam dan mulai mengenali suara Vera tapi ia mencoba untuk tenang)
Vera: (terisak, ia bangkit dari tempat duduknya dan berlari ke arah Imran untuk memeluknya erat) Kenapa Kak? Kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu jahat sekali? Aku tidak meminta ini, aku tidak meminta ini. (sambil memukuli lembut tubuh Imran yang ada dalam dekapannya)
Imran: (Ia membalas dengan pelukan yang penuh kelembutan) Vera, tenanglah. Aku tidak pernah bermaksud jahat padamu, sayang.
Vera: (masih menangis dan memukul-mukul tubuh Imran dengan lembut) Tapi mengapa, Imran? Mengapa kamu melakukan semua ini? Aku terluka. Aku merasa begitu bodoh karena tidak mengerti perasaanmu selama ini. Sungguh bodohnya aku.
Imran: Stttt....sttttt.... Vera, dengarkan aku dengan baik. Aku tidak pernah memiliki niat jahat atau ingin melukaimu. Aku sangat mencintaimu, dan ketika aku melihatmu mengalami kesulitan, aku hanya ingin membantumu.
Vera: (wajahnya basah oleh air mata, namun dia mencoba meredakan tangisannya) Tapi kenapa Kak?, mengapa kamu berkorban? Mengapa kamu rela mendonorkan matamu untukku? Aku tidak pantas menerima semua ini.
Imran: (menyentuh wajah Vera dengan lembut) Vera, cintaku padamu tidak pernah peduli tentang apa yang pantas atau tidak. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, dan aku tahu bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk menerimanya. Pengorbanan itu murni karena aku ingin melihatmu bahagia dan memiliki hidup yang sempurna.
Vera: (Perlahan tangisannya reda) Tapi... aku merasa bersalah. Aku tidak tahu bahwa kamu telah melakukan sesuatu yang begitu besar untukku.
Imran: Vera, tidak ada yang perlu kamu rasakan sebagai rasa bersalah. Aku melakukan ini karena cintaku dan keinginanku untuk melihatmu bahagia. Sekarang, aku disini dihadapanmu meskipun dengan keadaan yang begini, aku ingin kita melupakan masa lalu yang pahit. Kita bisa memulai kisah baru, bersama-sama.
Sudahlah, hapus air matamu, jangan buat kedua mata itu bosan berada diwajah indahmu.
Vera: (menghapus air mata dan tersenyum lembut) Kak, apa yang kamu katakan begitu indah. Aku merasa bodoh karena mempercayai kata-kata ayahku dan tidak mendengarkan hatiku sendiri.
Imran: Vera, kita semua membuat kesalahan, termasuk aku. Tapi yang terpenting, kita bisa belajar darinya dan tumbuh bersama. Aku masih mencintaimu dengan segenap hatiku, dan aku berharap kita bisa memulainya kembali.
Vera: (menatap wajah tampan Imran kemesraan) Aku juga mencintaimu, Kak. Aku ingin kita melewati semua rintangan ini bersama dan membangun masa depan yang indah.
Akhir yang Indah
5 Tahun berlalu setelah pernikahan mereka, Imran dan Vera hidup bahagia bersama. Mereka saling mendukung dalam perjalanan hidup mereka. Imran, dengan bakat lukisnya, telah mencapai kesuksesan yang besar. Karya-karyanya dipuji oleh banyak orang dan menjadi sorotan di berbagai pameran seni.
Vera juga telah mencapai kesuksesan dalam karir jurnalisnya. Ia menulis kisah-kisah inspiratif tentang cinta dan pengorbanan, dan menjadi panutan bagi banyak orang. Vera dan Imran hidup bahagia bersama ke-2 putra putri mereka.
Adegan berakhir dengan Imran dan Vera yang saling memeluk erat, melepaskan beban dan kesalahpahaman di antara mereka. Mereka menyadari bahwa cinta sejati akan selalu bertahan meskipun ujian berat menghadang. Bersama, mereka melangkah maju menuju masa depan yang penuh kebahagiaan.